Wednesday, February 26, 2014

Keseringan Kurang Tidur



Sempurna

Aku berlari. Kata Rio tokonya ada diujung sana. Cukup mahal tapi sesuai dengan kualitasnya. Benar juga, ini dia toko bunga legendaris itu. Konon setiap pria yang membeli rangkaian bunga di toko ini akan berhasil memikat wanita pujaannya. Contohnya teman - temanku. Tono, Toni, Totti, semuanya berhasil melalui kencannya dengan baik. Apalagi Rio, wanita yang dia berikan bunga dari toko itu sudah menjadi pacarnya. Makannya aku percaya ini akan sangat membantu. Aku beli rangkaian bunga paling mahal. seratus dua puluh tiga ribu lima ratus rupiah. Rangkaiannya terlihat mempesona. Aku yang pria normal dan sama sekali tidak tertarik perihal bunga saja merasa tertegun melihat rangkaiannya. Aku bawa rangkaian bunga itu dengan hati-hati. Aku tidak begitu mengerti ada bunga apa saja disitu. Hanya bunga mawar yang aku tau diantara macam-macam bunga di dalamnya. Setelah itu aku menuju rumah Leilani. Teman aku dan Rio. Kata Rio Leilani akan sangat membantu dalam hal mix and match pakaian. Kesan pertama sangat penting dalam sebuah kencan. Banyak yang aku pelajari dari Rio. Dia memang paling ahli dalam hal percintaan. Mobilku pacu cepat sampai rumah Leilani. Begitu sampai, tidak perlu buang waktu Leilani mengajakku masuk ke rumah. Dia mengeluarkan kostum-kostum dari lemari kakaknya. Untung kakaknya laki-laki. Kemeja-kemaja, kaos, celana panjang yang terlihat sangat masa kini dijejer di kasur. Aku tidak mengerti sama sekali soal fashion. Aku patuh saja saat Leilani memberi mandat gonta-ganti baju, berputar di depan kaca, dan mencoba sedikit berjalan. Semua kostum yang aku pakai disponsori langsung dari kakak Leilani. Dari baju, celana, ikat pinggang, sepatu, sampai kaus kaki semua hasil rancangan desainer pribadaku saat ini, Leilani. Hahaha. Aku merasa lebih masa kini. Aku seperti anak muda keren yang ada di televisi. Makannya aku percaya diri. Aku berjalan mantap berangkat dari rumah Leilani.

Sekarang aku harus segera ke cafe untuk reservasi tempat. Cafe yang mempunyai view yang cukup indah di wilayah perkotaan. Paling penting disana terdapat home band yang selalu membawa suasan romantis. Begitulah kata Rio. Ya, ini lagi-lagi memang saran Rio. Dia paling ahli dalam hal ini. Aku perlu banyak belajar.

Beruntung. cafe tidak ramai. Aku memilih duduk di beranda cafe. Tempatnya bagus. Aku yakin ini sudah hampir sempurna. Sekarang tinggal menunggu Rio datang. Katanya ingin memastikan aku melakukan semuanya sesuai petunjuknya. Dia hampir seperti nabi bagiku hari ini.

Rio datang, Kami berpelukan saling memberi semangat.

"Bunga sudah, baju oke, celana kece, sepatu keren, badan harum, oh, rambut... sebentar.." Rio memberi sentuhan terakhir di rambutku. Sedikit sisiran ala penata rambut.

"Nah, sudah sempurna."
"Terimakasih Rio. Tinggal satu lagi aku perlu bantuanmu. Aku belum menentukan wanita yang aku ajak kesini. Ada rekomendasi?"

Greatest love of all(?)




Sudah satu bulan aku bersamamu. Melepaskan aku dari belenggu atas nama cinta. Sekarang aku sudah nyaman bersama kamu. Nyaman sebagai wanita. Bercinta tanpa ikatan kewajiban. Ikatan yang perlahan membosankan. Seperti katamu, mengetahui kamu menyayangiku dan aku menyayangimu sudah cukup.  Dunia berputar dengan kita sebagai porosnya.

Dia. Dia wanita yang aku lihat di koridor busway HI bulan lalu. Dia yang dengan peluh keringatnya, gigih menjinjing kameranya, dan mantap mengambil langkah, berhasil menarik perhatianku. Aku tau egoku mulai berbicara lagi. Aku lihat dia. Aku tertarik. Aku ingin. Aku harus dapatkan. Selalu seperti itu. Tepat saat dia dihadapanku, aku beraksi. Sesuai prosedur.

Dia laki-laki antah berantah pertama yang berani menjabat tanganku. Aku tercekat saat itu. Sempat ingin teriak. Tapi saat aku menoleh, aku dibuat diam dengan senyumnya. Dia memperkenalkan diri. Menawarkan bantuan. Aku memang kepayahan hari itu. Liputanku gagal, dan perangkat-perangkat pewarta yang biasa aku bawa terlalu lengkap. Berat. Dia mengambil tas kameraku tanpa menunggu persetujuanku. Entah kenapa aku percaya. Aku sadar ini modus lelaki. Aku tidak akan mudah dibodohi laki-laki lagi. Aku pasang muka masam sambil menunjuk bangku disebelah tukang teh botol. Tapi dia tampan.

Sekarang dia mempersilahkanku datang ke kontrakannya. Kali ini aku tidak akan gagal. Memang tidak pernah gagal. Ini sudah prosedurku. Aku ingin dia. Aku akan memperlakukan dia sebaik mungkin agar dia nyaman bersamaku. Hubungan tanpa status adalah yang terampuh selama ini. Mungkin juga memang aku hanya mahir dalam hal itu. Aku cinta dia. Dia cinta aku. Tidak mengikat. Semua senang. Sekarang dia wanitaku. Reporter cantik itu.

Aku tidak bisa jauh darinya. Aku memutuskan untuk menjadi fotografer lepas saja.  Aku kurangi kewajibanku hanya untuk bisa bersama dia. Mencintai dia. Menyayangi dia. Aku tak sanggup berlama-lama diluar kota hanya demi atasanku. Aku ingin menikahi dia. Aku cinta dia. Hidup bersamanya.

Pagi ini menjadi hari terakhirnya. Aku sedih. Tapi ini satu-satunya cara. Aku cinta dia. Aku tidak banyak jatuh hati. Tapi kali ini harus dia. Harus. Lalu.... Mobilku dihentikan kerumunan sepeda motor. Jendela mobilku dipecah. Pintunya dibuka paksa. Mereka menarik aku dan dia keluar. Kepalanya ditutup kain hitam. Kita dibawa pergi.

Tiba-tiba aku disebuah ruangan gelap. Usang. Aku terikat. Tanganku dirantai. Kakiku dililit. Leherku terjerat. Tidak bisa banyak bergerak. Mereka bilang dia sekarat di ruang sebelah. Aku berontak. Berusaha lepas untuk menolong dia. Pukulan mendarat diperutku. Mereka tertawa. Mereka gila. Aku direkam. Aku menjerit keras. Aku dipukuli. Aku ditendangi. Aku bisa mati jika terus begini. Aku menangis mertapi.

Di ruangan gelap. Ada layar monitor. Aku melihat dia berpeluh keringat lagi. Dia memberontak, menjerit, menangis. Layar monitor itu tidak mengeluarkan suara, namun sayup-sayup terdengar teriakannya. Dia pasti tidak jauh.

Aku masih berontak. Mencoba berteriak siapa tau dia datang menolongku. Aku berharap dia masih hidup. Detik, menit berlalu. Aku rasa energiku sudah mulai habis. Lelah. Sepertinya tidak mungkin ada orang menolong. Aku menagis keras. Belum mau mati. Atau setidaknya aku mau mati disebelah dia. Pria yang aku cinta. Jangan-jangan dia sudah mati duluan. Aku menangis keras. keras. Sangat keras. Tiba-tiba suaraku tercekat. Tangan salah satu orang-gila ini mencekikku. Sajian terakhir katanya. Mati perlahan adalah yang terbaik. Aku mencoba berontak, berteriak dengan sisa-sisa tenagaku. Percuma. Bahkan suaraku tersumbat cekikannya. Tenaganya terlalu besar. Aku kehabisan oksigen. Kepalaku pusing. Aku lemas. Aku mati ditangan para cecunguk konyol ini. Hah, setidaknya aku sempat merasakan cinta terbaik. Aku menghibur diri. Mati.

Dia meronta-ronta. Berteriak penuh keringat. Gila! Sudah dua jam! Daya tahan tubuhnya luar biasa mengahadapi siksaan seperti itu. Biasanya paling hanya beberapa menit sudah menyerah. Aku tidak salah memilih dia. Aku sangat mencintainya. Sangat menyayanginya. Dia yang terbaik selama ini. Oh! Dia kehabisan napas! Dia lemas! Meronta percuma. Tepat saat di mati lemas, aku puas. Ejakulasi. Tidak pernah aku merasakan yang sehebat ini. Dia yang terbaik. Aku cinta dia. Sekarang saatnya membayar orang-orang bodoh itu.

#DUA



1000 miles

Beranjak dari hari dimana aku hanya menghintung waktu
Saat itu jam dinding seperti mati
Aku yang sekarang padahal tidak sedang menyimpan juliet
Energiku seperti sudah merah
Aku saat ini lelah
Dekat dengan menyerah
Sementara aku rusak

Lalu aku berjalan memaksakan pacuan
Mencari pikiran tak bertuan
Ternyata aku hanya bertemu diriku sendiri
"Aku rindu dia"

Sementara



Dekomposisi
Dekonstruksi
Aku lihat tubuhnya terkulai
Membisu, wajahnya keriput pucat
Sendirian diselimuti kain
Matanya tertutup, tubuhnya kurus, sendirian bersama selimut

Aku terbang menembus atap rumahnya
Melayang bersama Izroil
Badannya besar, sayapnya hitam terbang mengangkatku tersamar oleh malam
"Mengapa kau jemput aku?"
"Aku tidak akan mencederai janji!"
Suaranya bergemuruh seperti gunung runtuh
Aku diam takut
Berdua terbang menembus bimasakti
Mulutku sudah tidak berfungsi untuk berdoa
Telingaku mulai tuli
Mataku tidak berhak mengeluarkan air mata
Gelap
Aku hilang dari bumi

"Kamu tau ini dimana?"
Aku terbangun, kembali berfungsi seperti manusia
Ada istana di depan
Aku berjalan di ubin batu yang indah menuju pintunya
Berdua bersama kakek -kakek berambut putih
"Aku ajak kamu lihat-lihat sebentar tidak apa?"
Dia bertanya seolah aku bisa menolak
Sungai mengalir tenang disebelah jalanan ini
"Jangan kau sentuh yang melayang, lihat yang berenang saja"
Dahiku mengernyit, lidahku terjepit
"Lihat gerbangnya, megah."
"Kamu belum siap kesana, rezekimu belum habis."

Seketika tanganku ditarik
Terbang mengitari langit, melewati bintang, aku menjadi cahaya
Rekomposisi
Rekonstruksi
Aku kembali diatas tubuhnya
Dia sekarang bersama putranya
Istrinya menangis
Aku kembali ketubuhnya
Menyatu
Siuman
....."Ayah?"

Bukan Tentang Cinta






Saya menatap dia dalam-dalam. Apa yang begitu membuat saya tidak bisa lepas dari dia? Dari banyak sisi, dia bukan tipe saya. Banyak hal yang saya tidak suka. Banyak yang bilang dia pakai pelet. Setiap orang yang berhubungan dengan dia pasti sulit untuk melepaskannya.

Buatku dia bau. Bau yang aku tidak suka ketika menmpel di baju. Dia juga tidak disukai bapak dan ibuku. Hal ini yang menyita pikiranku saat bersama dia. Anehnya Bapakku selalu tau jika dia baru saja ada di mobilku. Ibuku juga selalu tau jika dia baru saja ada di rumahku. 

Namun ibuku sudah bisa menerima dia ada dikehidupan anaknya. Aku juga tau dari wajahnya masih ada rasa tidak suka. Kalau bapakku pasti tidak akan bisa menerima dia sampai kapan pun. Bapakku seperti trauma pada sesuatu jika dekat dengan dia. Aku hanya bisa diam jika bapak bertanya tentang dia. Bapak tidak suka kalau aku berbohong, apa lagi jika aku bilang masih bersama dia. Lebih baik diam. Sekarang bapak sudah tidak pernah bertanya, tapi aku yakin bapak tau kalau aku masih bersama dia. Bahkan bapak mungkin tau kalau aku sangat bergantung pada dia. Tapi sekarang bapak hanya diam.

Aku tau, cepat atau lambat pasti aku akan memikirkan untuk meninggalkan dia. Banyak orang yang bilang dia tidak baik untukku. Banyak orang bilang dia hanya akan menyakitiku. Banyak orang bilang dia ingin membunuhku. Banyak orang bilang kalau dia bau. Tapi apa orang itu pernah berhubungan dengan dia seperti aku? Apakah mereka pernah dekat dengan dia seperti aku? Atau jangan-jangan mereka juga pernah dekat dengan dia? Entah apa aku nanti benar-benar akan meninggalkannya atau hanya sekedar memikirkannya. Persetan.

Aku sudah tidak mau tau sekarang. Toh, dia juga yang bisa menemaniku saat aku bosan. Dia juga yang menemaniku bekerja. Dia juga yang membuat aku dekat dengan banyak orang. Dia juga yang kadang membawa inspirasiku. Aku tidak merasa kalau dia jahat terhadapku. Tidak ada yang salah. Bahkan awal aku bertemu dia, saat itu aku sedang sedih. Dia tidak bisa menghibur tapi bisa menghilangkan kesendirianku. Aneh. Kalau kata temanku dia datang disaat yang tepat untukku. Padahal aku sukar diluluhkan. Sulit untuk ditaklukan. Terlalu bebal untuk dibuat bergantung. Terlalu cepat bosan untuk bisa berhubungan setiap hari seperti yang aku lakukan bersama dia.

Aku sendiri heran. Dia bahkan mengatakan kalau dia ini tidak baik untukku. Perlahan akan menyakitiku dan mungkin membunuhku. Aku tidak takut. Malah aku tertawa mendengar perinatan itu. Kamu tau kenapa? Karena dia tidak bilang kalau dia bau. Entah dia tidak tau atau malu. Yah lagipula aku sekarang sudah tidak masalah kalau dia bau. Aku bisa selalu sedia parfum kok.

Sekarang aku tidak akan meninggalkan dia. Dia bahkan sekarang ada di kamarku. Aku sudah tidak perduli kalau aroma dia memenuhi kamarku saat aku mulai berhubungan dengan dia. Bukan karena cinta, tapi karena aku butuh. Saat ini aku perlu teman di kamarku.
Aku ingin dia sekarang.
Aku lepaskan pakaian dia.
Aku lumat dia dengan bibirku.
Aku jepit kakinya.
Aku bakar kepalanya.

Ya.. Seperti biasa, dia bau.